Minggu, 11 Januari 2009

Pelajaran Menghargai dari Perayaan Natal

Ini adalah Senin pertama bulan januari. Saatnya kembali ke kesibukan kerja, meninggalkan sukacita Natal dan Tahun baru. Bisa dibayangkan seperti apa kemacetan jalan menuju ke kantor di Jakarta.

Tetapi aku sangat bergairah hari ini. Agenda kerjaku bukan ke kantor, tetapi memberikan pelatihan di salah satu cabang di Sukabumi. Tugas menyenangkan, bukan saja karena terhindar dari kemacetan Jakarta, tetapi Karena cabang ini merupakan tempat pertamakali aku memasuki kerja, tempat yang punya kenangan tersendiri. Banyak teman-teman lamaku masih tetap bekerja di sana.

Hari ini aku harus memberikan pelatihan tentang “Recognition”, pelajaran tentang bagaimana cara memberikan penghargaan kepada orang lain, mengakui hal baik yang sudah dilakukan teman atau anak buah.

Bagiku program ini sangat mulia dari perusahaan. Berbeda dengan kebanyakan industry, perusahaan ini ingin menanamkan budaya menghargai karyawan dan menghargai sesama teman kerja dalam tim.

Nampaknya manajemen tahu "Manusia hidup bukan dari roti saja..." (Matius 4:4), bukan dengan memberi gaji saja tetapi juga suasana saling menghargai yang tulus yang dibutuhkan oleh karyawan. Aku bangga menjadi bagian dari tim yang harus menyebarkan program ini ke seluruh cabang.
Dalam memberikan pelatihan ini, aku ditemani oleh seorang teman dari kantor pusat. Temanku ini orangnya cukup brilliant, tetapi bukan berarti aku boleh bersantai. Di perjalanan aku terus berfikir mencari contoh praktek “menghargai orang lain” yang cocok buat mereka. Otakku berputar-putar sekian lama, Cling! Aku punya ide yang cemerlang. Aha!

Temanku memulai dengan pengantar pelatihan. Dia menjelaskan latar belakang pelatihan dan agenda yang akan dilakukan. Ketika giliranku untuk memberikan contoh dari “menghargai orang lain” aku bercerita kepada mereka mengenai perayaan Natal di gereja kami.
Gereja kami tidak memiliki banyak dana dan kami tidak bisa memberikan hadiah yang istimewa buat orang-orang yang istimewa serta yang memberikan konstribusi bagi gereja kami. Kami ingin menunjukkan bahwa kami menghargai mereka, kami ingin mereka “melupakan” hadiahnya tapi mengingat penghargaannya.

Salah satunya adalah guru sekolah minggu. Kami ingin memberikan penghargaan yang tulus. Caranya, kami cari salah satu muridnya, kami tanya apakah dia menyukai gurunya? Mengapa kamu menyukainya? Apa pengalamanmu yang berkesan? Dia menceritakannya dan kami bantu ia menyusun kata-katanya dalam bentuk catatan. Di acara recognition anak itu membacakan tulisannya, mengundang gurunya ke panggung, memberikan bunga dan bingkisan kecil yang tidak terlalu berarti.

Tahukah anda apa yang terjadi? Gurunya sangat terkesan, hingga catatan kecil si anak itu dimintanya. Kertas kecil yang tidak bernilaipun jadi berharga. Kami merasa berhasil memberikan penghargaan. Mengubah materi yang tidak punya nilai menjadi sangat berharga. Orang melupakan harga materinya.

Cerita ini memudahkan mereka menangkap pelajaran dari workshop seharian. Kami merasa berhasil menyampaikan pelajaran recognition ke pabrik. Pagi ini temanku yang menemani aku sebagai trainer bilang, "Pak, ceritanya tentang guru sekolah minggu kemarin strong banget. Sangat jelas dan mengena. Aku akan pakai untuk workshop berikutnya di pabrik Klaten boleh ya?" Oh my God! Terimakasih Tuhan, Engkau telah menempatkanku berkumpul dengan orang-orang di gereja yang bisa memberikan inspirasi bagi orang lain.


Salam terbaik dari saya,


Ir. Agus Budianto
Ketua Dep. Pelayanan

Tidak ada komentar: