Sabtu, 07 Januari 2012


KEBERSAMAAN

Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.
Ibrani 10:25

Kebersamaan bukan berarti harus sama, meskipun akar katanya sama. Kebersamaan adalah aktifitas untuk tujuan yang sama, kebersamaan berarti menyatukan berbagai perbedaan untuk tujuan yang sama. Bila arah dan tujuan kita sama, dan kita mau saling berbagi dalam kebersamaan, maka pencapaian tujuan kita akan menjadi lebih cepat dan lebih mudah. Mampukah kita untuk saling dorong dan saling dukung satu sama lain dalam pencapaian tujuan bersama ? Sudah seharusnya ! karena firman Allah mengajarkan agar kita hidup dalam kebersamaan Ibrani 10:25. Dalam kebersamaan ada kekuatan”. Pengkhotbah 4:12 “Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan”.
Bersama bukan berarti sama. Kata sama menunjukan suatu keserupaan namun kata bersama bukanlah menyatukan keserupaan melainkan menggabungkan  berbagai perbedaan yang ada untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Perbedaan yang ada adalah alat bantu pencapaian, karena untuk mencapai sebuah harapan dibutuhkan banyak perangkat atau alat. Suatu harapan , impian atau cita-cita ibarat suatu benda yang terletak diatas. Seorang tokoh berkata:”gantunglah citi-citamu setinggi langit”. Harapan itu terletak diatas. Kita butuh suatu perangkat pencapaian! Perangkatnya adalah saudara-saudara dan saya. Sebagai apakah saya dan saudara untuk pencapaian itu? Fungsi kita sudah ditatapkan Allah dengan pemberiannya pada kita. Yang kita sebut bakat atau talenta. Talenta kita tidaklah sama, ada yang 1 ada yang 2, mungkin 5. Mari kita menggunakan talenta kita masing-masing untuk pencapaian bersama. Mencapai janji-janji Allah.
Permasalahannya  saat sekarang , mengingat banyaknya persoalan-persoalan sosial yang semakin membebani hidup seseorang. Orang banyak bersikap individualistis. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Frankl, bahwa sebagian besar masyarakat sekarang mengidap neurosis kolektif (penyakit kebersamaan). Ciri-ciri penyakit ini:
1.     Orang bersikap masa bodoh terhadap hidup, yaitu suatu sikap yang menunjukkan pesimisme dalam menghadapi masa depan hidupnya.
2.     Orang bersikap fatalistik terhadap hidup, menganggap bahwa masa depan sebagai sesuatu yang mustahil dan membuat rencana bagi masa depan adalah kesia-siaan.
3.     Orang bersikap Fanatisme, yaitu mengingkari kelebihan yang dimiliki oleh kelompok atau orang lain.
Dengan ciri-ciri tersebut manusia berjalan menuju penyalahartian dan penyalahtafsiran tentang dirinya sendiri sebagai sesuatu yang "tidak lain" (nothing but) dari refleks-refleks atau kumpulan dorongan (biologisme), dari mekanisme-mekanisme psikis (psikologisme) dan produk lingkungan ekonomis (sosiologisme). Dengan ketiga konteks tersebut maka manusia "tidak lain" dalah mesin. Kondisi tersebut merupakan penderitaan spiritual bagi manusia.
Sebagai pengikut Kristus, kita diajarkan untuk hidup dalam kebersamaan. Kebersamaan itu bukan kebersamaan yang semu yang hanya ingin memiliki kelompok, hanya ingin sekedar penggunaan “nama kelompok ” saja. Saya orang Kristen tapi tidak pernah bergereja, saya bergereja  tidak pernah aktif dalam aktiftitas gereja. Seharusnya kita melebur di dalamnya, seharusnya kita bekerja bersama untuk mencapai impian kelompok atau gereja kita. Memang dalam kebersamaan banyak benturan, banyak selisih paham, banyak hal-hal yang tidak menyenangkan, namun semua itu sesungguhnya  adalah keindahan dalam kebersamaan. Untuk kita dapat hidup dalam kebersamaan, kita harus memiliki nilai-nilai
1.     Menghargai Orang Lain.
Kita tidak dapat hidup saling menasihati jika tidak saling menghargai, nasihat orang lain akan menjadi tusukan, nasihat orang lain akan menjadi hinaan bagi kita. Nilai menghargai orang lain harus kita tanamkan dalam diri kita. Kita harus berani mengesampingkan kepentingan diri sendiri. Firman Allah mengajarkan:” Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja! I Petrus  2:17. Hormati semua orang, kita harus menghormati tanpa kecuali. Sikap menghargai adalah tindakan untuk kita dapat menjauhi fanatisme, sikap yang tidak mau mengakui kelebihan orang lain/kelompok lain. Orang Kristen pun dapat terjebak dengan fanatisme, sehingga tidak dapat hidup dalam kebersamaan dalam bangsa yang majemuk ini. Keyakinan akan Kristus adalah Jalan Kebenaran dan Hidup. Satu-satunya jalan keselamat bukanlah sikap fanatisme, sikap fanatisme ketika kita tidak mau menerima orang yang tidak percaya kepada Kristus. Tidak mau mengakui ada nilai lebih dari orang yang tidak percaya Kristus, yang mana seharusnya kita orang percaya mempunyai nilai lebih. Marilah kita hidup saling menghargai. Roma 15:7 Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah.
Kebersamaan seharusnya terlebih dahulu kita wujudkan kepada yang tak terlihat, yakni kepada Tuhan Allah Kita, kita harus menghargai Tuhan kita yang mau membina hubungan dengan kita, yang telah menghilhami kebenaran Firman Tuhan kepada para nabi dan rasul, yang telah diungkapkan secara terulis dalam Alkitab. Sejauh mana kita menghargai Allah kita? Sudahkah kita membangun kebersamaan itu dengan Tuhan kita. Mau menerima nasihatNYA setiap hari? Karena hanya Dialah Nasihat Ajaib(Yesaya5:9), Mau menghargai pemberian waktu yang ada pada kita? Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan_pertemuan ibadah kita(Ibrani 10:25). Ibadah pribadi, pertemuan dengan Tuhan secara pribadi jangan kita tinggalkan. Baca Firman setiap hari. Renungkan Firman Tuhan setiap waktu. Dengan demikian kita ada dalam kebersamaan dengan Tuhan setiap hari. Untuk kita dapat hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, yakni saling memberi nasihat. Kalau kita tidak mendapatkan Nasihat dari Penasihat Ajaib, jangan-jangan kita akan menyesatkan, kita tidak dapat hidup dalam kebersamaan yang nyata, yang saling menasihati(Ibrani 10:25).

2.     Konfirmasi Bukan Asumsi
Hilangnya kebersamaan sering kali disebabkan asumsi pribadi, kita seringkali berpikir yang tidak sebenarnya. Kita berpikir orang kaya, orang berpendidikan, orang berkedudukan tidak mau bergaul dengan orang miskin, orang tidak berpendidikan dan orang yang tidak memiliki posisi(pangkat) sehingga kita membuat jarak untuk bersama. Asumsi-asumsi dalam diri kita sering kali mendahului sebuah kenyataan. Asumsi sering membuat kekeliruan antara kita dan orang lain. Kata Antonio D. Martin. ASSUME adalah ASS antara U dan ME. Kekeliruan antara kamu dan saya. Oleh karena itu lebih baik segala sesuatu kita konfirmasi, jangan berasumi. Konfirmasi adalah penegasan kepada atau dari seseorang. Kita harus memperoleh penegasan, untuk kita tetap dalam kebersamaan. Orang-orang Israel tidak dapat menerima Yesus Kristus karena asumsinya, murid-murid Yesus tidak dalam kebersamaan saat Yesus menjalani penderitaan hingga kayu salib, karena mereka berasumi Allah harus perkasa, mereka berasumi Yesus raja orang Yahudi secara lahiriah. Mereka tidak pernah menerima konfirmasi Kristus Yesus.
Ada sebuah kisah
Anto adalah salah satu pegawai yang cukup sibuk yang bekerja untuk salah satu perusahaan swasta terkemuka, sehingga seringkali ia pulang kerja hingga larut malam. Suatu ketika Anto pulang kerja, ternyata Budi (anaknya) yang masih kelas 2 SD membukakan pintu untuknya, dan sepertinya Budi memang sengaja menunggu ayahnya tiba di rumah. “Kok kamu belum tidur?”, sapa Anto setelah mencium keningnya. Budi menjawab,“Aku memang sengaja menunggu ayah pulang karena aku ingin bertanya, berapa sih gaji ayah?”. “Lho, kok kamu nanya gaji ayah sih?”, “Nggak, Budi cuma mau tahu aja ayah..”, timpal Budi. Ayahnya pun menjawab, “Kamu hitung sendiri, setiap hari ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp.400.000, dan tiap bulan rata-rata ayah bekerja 25 hari. Hayoo.. jadi berapa gaji ayah dalam 1 bulan?”. Budi langsung bergegas mengambil pensilnya, sementara ayahnya melepas sepatu. Ketika Anto beranjak menuju kamar, Budi berlari mengikutinya.
Kemudian Budi menjawabnya, “Kalo 1 hari ayah dibayar Rp.400.000 untuk 10 jam, berarti 1 jam ayah digaji Rp.40.000 donk?”. “Pinter anak ayah sekarang ya.., sekarang kamu cuci kaki dan tidur ya”, jawab ayahnya. Tetapi, Budi tidak juga beranjak. Sambil memperhatikan ayahnya ganti pakaian, Budi kembali bertanya, “Ayah, boleh pinjam uang 5rb nggak?”. “Sudah, buat apa uang malam-malam begini?! Ayah capek, mau mandi dulu, sekarang kamu tidur!”, jawab ayahnya. Dengan wajah melas Budi menjawab, “Tapi ayah..”, ayahnya pun langsung menghardiknya, “Ayah bilang tidur!!”. Anak kecil itupun langsung berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Anto menyesali perbuatannya yang telah menghardik anaknya tersebut. Ia pun melihat kondisi anaknya tersebut. Dan ternyata, anak kesayangannya itu belum tidur. Ternyata Budi dilihatnya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.15.000 di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala anaknya itu, Anto berkata, “Maafkan ayah ya nak. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kita beli ya. Jangankan minta 5rb, lebih dari itupun ayah kasih”. Budipun menjawab, “Ayah, aku nggak minta uang. Aku cuma mau minjem. Nanti aku kembalikan lagi setelah aku nabung minggu ini”. “Iya iya, tapi buat apa?”, tanya Budi dengan lembut. “Aku nunggu ayah dari jam 8 tadi, aku mau ngajak ayah main ular tangga. Cuma tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang, kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ternyata cuma ada Rp.15.000. tapi, karena ayah bilang ayah tiap 1 jam ayah digaji Rp.40.000, jadi setengah jamnya ayah digaji Rp.20.000. Uang tabunganku kurang 5rb, jadi makanya aku mau pinjam uang ayah 5rb”, jawab Budi dengan polos.
Si anak tidak dapat kebersamaan dengan orang tuannya karena asumsinya: ia berpikir harus membayar waktu orang tuanya. Seandainya ia mengkonfirmasikan, apakah aku harus membayar ayah untuk bermain-main dengan aku? Saya yakin ayahnya berkata: aku tidak perlu dibayar. Kisah ini juga mengajarkan betapa kebersamaan sangat dibutuhkan orang banyak, betapas pentingnya sebuah kebersamaan.
Banyak diantara kita berasumsi negative akan orang lain, sehingga kita tidak dapat dalam kebersamaan, kita berpikir orang itu angkuh, sombong dan hanya mau bergaul dengan orang kaya, dan sebagainya. Mulai saat ini  kita belajar mengkonfirmasi, dengan melangkah, mencari tahu yang sebenarnya bukan menerka-nerka semata. Agar kita dapat hidup dalam kebersamaan. Tuhan Yesus Memberkati




Tidak ada komentar: