Kamis, 04 September 2008

Memberikan Hati Mendapat Berkat

Doa adalah cara kita berkomunikasi dengan Tuhan dan menjadikan doa sebagai gaya hidup kita. Tanpa doa hidup kita akan terasa hampa dan tanpa doa kualitas hidup kita berkurang dan tidak maksimal. Sejak tema doa di ”teriakkan” oleh komunitas pemuda selama bulan Juli 2008, menjadi pemikiran aktivis pemuda untuk memaksimalkan pembekalan doa kepada para anggotanya. Dengan di fasilitasi oleh pembicara-pembicara ”berbakat” selama bulan Juli, membuat materi Doa menjadi sangat lengkap. Sdri. Helena Silalahi, Sdr. Medy Saputra, Sdri. Eka Mone S.Th, Sdr. Titi S.PAK, dan Sdr. Seri Batubara S.Th, merupakan pembicara-pembicara berbakat yang diberkati Tuhan. Melalui pembekalan ini, panitia yang dikoordinir oleh Sdr.Seri Batubara S.Th, mengajak komunitas pemuda mengaplikasikan arti doa yang sebenarnya. Menjadikan doa sebagai gaya hidup bukan hanya sebagai suatu kewajiban saja. Doa menjadi kebutuhan anak-anak Allah, ketika doa tidak kita lakukan dan kita tidak menjalin ”keintiman” dengan Allah maka hidup kita akan sia-sia. So....lets do pray, where ever you are and any time. Pray is our breath life ( Doa adalah nafas kehidupan kita ).

Panitia melihat antusias anggota untuk mengikuti acara ini. Meskipun mereka harus berkontribusi secara materi tapi mereka sangat senang dapat terlibat dalam acara ini.
Koordinasi-koordinasi yang dilakukan secara berkelanjutan membuat perjalanan menuju Pondok Elim, Puncak Resort berjalan lancar. Meskipun berangkat di malam hari dan sedikit macet karna bertepatan dengan hari libur tapi tidak mengurangi antusias para peserta.





Ada yang menarik saat macet terjadi di jalan TOL, sambil menunggu di jalan TOL, kami berbincang-bincang dengan topik pembicaraan bebas. Perbincangan kami terusik saat salah seorang sahabat yang biasa kami panggil Ko Medy, melambaikan tangannya dari kendaraan yang berbeda meminta dukungan ”cemilan” karna lapar. Sambil menunjukkan beberapa makanan, kami mencoba menggodanya dan akhirnya membuat Ko Medy turun dari kendaraan berjalan menghampiri kendaraan kami. Dengan wajahnya yang memelas, dia bertanya apakah ada makanan yang bisa dimakan. Dengan spontan kami menjawab kalau kami tidak punya makanan kecil dan minta maaf tidak bisa memberikannya makanan. Sebenarnya kami hanya menggodanya dan melihat reaksinya saja.


Persis pukul 12.00 wib malam, kami mempersiapkan diri untuk mengikuti sesi pertama. Rasa capek itu masih berbekas tapi kami tetap harus semangat dan tidak boleh kalah dengan keinginan daging. Situasi di luar yang sangat dingin menggoda kami untuk tidak rela melewatkan jam istirahat. Sambil mengingatkan satu sama lain, kami berjalan bersama-sama menuju aula. Sesi pertama ini adalah sesi yang paling berat karena kami harus melawan rasa ngantuk dan capek untuk tetap fokus beribadah. Untuk sesi pertama, dilayani oleh wanita yang kami datangkan dari Sumba. Orangnya kecil, semangat, powerful dan bawel. Dengan kepribadiannya yang santai dan selalu ceria, kami di bawa masuk ke hadirat Tuhan. Saya memanggilnya dengan sebutan ”Mone”, ini adalah marga keluarga gadis manis yang berasal dari Sumba. Jangan pernah melihat fisiknya yang kecil tapi lihatlah powernya yang mampu membuat peserta tetap “melek” disaat semua orang sudah terlelap.



Yang menarik adalah saat sesi ini berlangsung dengan tema ”bersih-bersih” mewajibkan semua peserta dan panitia menulis sikap atau perilaku apa saja yang negatif yang selalu dilakukan secara berulang-ulang. Kami diharuskan menulis dalam sebuah kertas kecil yang akan kami doakan bersama-sama sebelum kertas itu di hancurkan dengan cara disobek. Sesi ini menjadi semakin terasa ”menyentuh” saat pembicara meminta peserta maju satu persatu mengakui kesalahan dan mohon ampun sebelum merobek kertas yang ada di tangan mereka. Tuhan benar-benar nyata dan ada bersama-sama kami dengan memberikan kami suatu keberanian di dalam mengakui kesalahan kami dan meminta Tuhan mengampuni kami. Saya dengan beberapa rekan dengan cepat memberikan dukungan spirit saat beberapa peserta terjatuh. Kuasa Tuhan menyentuh mereka dan mendengarkan tangisan serta seruan anak-anak Nya. Ini diluar dugaan tim, namun ini menjadi pengalaman spirit kami yang luar biasa bersama Kristus. Tidak ada rasa malu dan minder saat kami berada dihadapan Bapa. Semuanya ”lepas” dan kami bukanlah apa-apa, karna kami adalah manusia yang fana dan sangat terbatas. Sesi ini cukup lama namun kami mendapatkan ”pengampunan” dari Tuhan dan belajar untuk menjadi pribadi yang takut serta setia kepada Tuhan.
Usai sesi bersih-bersih, acara dilanjutkan dengan permainan yang sudah disiapkan oleh sie acara. Sesi ini membuat kami terhibur dan persahabatan jadi semakin dekat satu sama lain. Setiap peserta ditutup matanya kemudian mereka harus berusaha bagaimana pisang yang mereka pegang dapat diberikan kepada pasangan dengan tepat. Permainan ini sebagai bentuk cara dari panitia agar peserta tetap fokus dan semangat untuk mengikuti sesi berikutnya. Membuat mata agar tetap ”On” serta membuat mereka tetap excited ( tertarik ) dengan acara-acara yang akan kami berikan.



Ini adalah sesi terakhir dan acara puncak kami dalam melakukan kegiatan doa. Saat sesi ini akan dimulai, kami terlebih dahulu memantapkan hati dan mempercayakan aktivitas ini kepada Tuhan. Semua peserta diminta untuk berdoa dengan diiringi lagu penyembahan ” Melayani.....melayani.....lebih sungguh.....melayani...melayani....lebih sungguh.....Tuhan lebih dulu melayani kepadaku....melayani....melayani.....lebih sungguh.....”, pujian ini begitu menyentuh hati kami dan melalui pujian ini kami merenungkan kebaikan Tuhan. Ketika pujian ini dinyanyikan bersama-sama, dengan isyarat pandangan mata, sdr. Seri meminta kami, para pengerja gereja untuk membasuh kaki para sahabat kami. Ini bukanlah hal yang mudah, ketika kita mau dan rela membasuh kaki orang lain dengan menanggalkan keegoisan serta harga diri untuk melakukan perbuatan yang sudah dilakukan oleh Tuhan Yesus.
Yesus membasuh kaki murid-muridnya dan menanggalkan statusnya yang mulia sebagai anak Allah. Satu persatu kami mendekati para sahabat kami dengan memberikan pelayanan yang pernah Tuhan Yesus berikan bagi murid-muridnya. Kami melakukannya dengan tulus dan kami percaya Tuhan memberikan kami suatu kekuatan untuk bersama-sama melayani di rumah Tuhan. Sebagai pengerja Gereja, kami belum banyak berbuat tapi kami tulus ingin memberikan waktu, tubuh dan hati kami buat Tuhan Yesus. Saat itu, saya melihat seorang sahabat yang luar biasa Tuhan pakai, Ko Medy benar-benar memberikan hatinya dan ini pertama kalinya, saya melihat sahabat dalam pelayanan begitu tulus dan rendah hati di dalam melayani. Kami sangat terbatas dan jauh dari sempurna, tapi kami belajar dari Tuhan Yesus yang begitu tulus saat DIA menjalankan tugasnya sebagai anak Allah. Hati kami sangat tersentuh dengan kebaikan Tuhan saat para sahabat menangis satu persatu dan dengan kasih kami merangkul mereka, menguatkan mereka.
End






Tidak ada komentar: